Rabu, 12 Juni 2013

makalah Tentang Sifat-Sifat Terpuji




SIFAT-SIFAT TERPUJI

MAKALAH INI DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH AKHLAK DAN TASAWUF SEMESTER SATU PRODI PGMI
DOSEN PENGAMPU : Bapak Nur Hidayat




DISUSUN OLEH                     :

MOCH. FAISAL HIDAYAT                            12480048
NURROQIM INDRASUMARNO                  12480050
LISMAH RACHMAWATI                              12480054
WINDA NUR ZULFA                                    12480063
LISTIANA RIZKI AYU                                  12480082


PRODI PGMI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
2012








BAB 1
PENDAHULUAN
A.          Latar Belakang
     Sifat terpuji adalah sifat yang secara naluri telah dimiliki manusia, sifat ini dapat membantu manusia dalam setiap masalah yang mereka hadapi, karena dengan sifat inilah manusia dapat lebih mendekatkan dirinya kepada Rabbul Khalik yaitu Allah Subhanahu Wataala.
     Namun pada masa ini, zaman yang katanya telah maju dengan teknologi dan komunikasinya, banyak orang yang telah melalaikan sifat terpuji yang sesungguhnya telah ada dalam dirinya lalu menggantikanya dengan sifat tamak dan rakus yang takan puas dengan kenikmatan Allah yang telah berlimpah, Naudzubilahimindzalik
     Semoga dengan lebih memahami dan mengetahui keuntungan sifat terpuji kita dapat mengambil ibroh dan mengimplementasikanya kedalam kehidupan kita.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas permasalahan yang akan dikaji dan dipelajari dalam makalah ini adalah “ apa dan bagaimanakah contoh dari Sifat Terpuji dan maksudnya serta implementasinya didalam kehidupan ? ”

C.        Tujuan
            Mengetahui maksud dan manfaat memiliki sifat terpuji dalam menjalani kehidupan di dunia.

D.        Metode Penulisan  
 Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah pengumpulan data dari berbagai sumber buku dan informasi yang disertai dengan analisis data, yang berguna untuk mendapatkan data yang aktual dan valid, sehingga penulis dapat menjabarkan
secara mendetail permasalahan yang diangkat dalam makalah ini. Setelah mendapatkan semua data tersebut, penulis mencoba menganalisis semua sumber data kemudian menuangkan atau menguraikan dalam makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
SIFAT-SIFAT TERPUJI
1.      Az zuhad
secara umum dapat diartikan bahwa zuhad merupakan suatu sikap melepaskan diri diri dari ketergantungan terhadap duniawi dengan mengutamakan kehidupan akherat. Zuhad menurut terjemah bahasa jawa adalah bertapa di dunia, menurut istilah syara’ adalah bersiap-siap di dalam hati untuk beribadah memenuhi kewajiban yang luhur sebatas kemampuan menghindara dari dunia haram zahir dan batin menuju kepada Allah dengan benar mengharap kepada Allah untuk memperoleh surge-Nya yang luhur. Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa zuhad berati persediaan hati untuk melaksanakan ibadah dalam rangka memenuhi kewajioban-kewajiban syariat meninggalkan dunia yang haram dan secara lahir batin hanya mengharap ridha Allah SWT, demi memperoleh surga-Nya. Dijelaskan bahwa zuhad bukan berate mengosongkan tangan dari harta, melainkan mengosongkan hati dari ketergantungan harta.
Sementara itu menurur Ibnu Taimiah, Zuhad itu ada dua macam, yaitu :
a.       Zuhad yang sesuai dengan syariat adalh menggalkan apa saja yang tidak bermanfaat di akherat.
b.      Zuhad yang tidak sesuai dengan syariat adalah meninggalkan segala sesuatu yang dapat menolong seorang hamba untuk taat beribadah kepada Allah.
Pengertian zuhad yang sejalan dengan syariat sebagaiman firman Allah dalam surah Qashah ayat 77 :

Artinya : dan carilah pda apa yng telah dianugerahkan Allah kepada mu  kebahagiaan) negeri akherat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari kenikmatan duniawi.
Adapun tanda-tanda orang yang telah memiliki sikap zuhud adalah :

a.       Senantiasa melakukan amal sholeh
b.      Jika bertam,bah ilmunya, maka harus bertambah pula sifat zuhudnya
c.       Tidak tergiur keduniawian, karena keduniawian merupakn tipu daya, godaan dan fitnah
d.      Sentiasa berbuat untuk kepentingan akherat, karena Allah berjanji akan memberikan kecukupan untuk kepentingan dunia dan agamanya
e.       Tidak merasa tentram dan tenang jika ketika melihat segala yang wujud di dunia ini hatinya tidak hadir di hadapan Allah
f.       Jika dipuji oleh manusia, maka hatinya menjadi susah karena khawatir kalau-kalau amal kebakikannya berubah menjadi riya’ dan haram.
Adapun keutamaan orang yang melekukan zuhud adalah :
1.      Pahala amal ibadah yang dilakukan oleh seorang zahid dilipatgandakan oleh Allah
2.      Seorang zahid akan memperoleh ilmu dan petunjuk langsung tanpa belajar.
Pada intinya, zuhud dalah bukan meninggalkan keduniawian secara total, melainkan meninggalkan keduniawian yang tidak dapat membawa manfaat di akherat.

2.      Qona’ah
menurut K.H. Ahmad Rifa’I, qonaah adalah hatinya tenang memilih ridha Allah mengambil keduniawian sekedar hajat yang diperkirakan dapat menolong untuk taat memenuhi kewajiban (syariat) menjauhkan maksiat. Dalam menguraikan sifat qona’ah ini K.H Ahmad Rifa’I mengaitkan dengan kefakiran (kemiskinan).
Keutamaan orang fakir yang memiliki sifat qona’ah sebagai berikut :
a.       Orang fakir yang memiliki sifat qona’ah derajatnya lebih tinggi dihadapan Allah dibandingkan dengan orang kaya yang tidak memiliki sifat qona’ah.
b.      Orang fakir yang memiliki sifat qona’ah, terlebih dahulu masuk surga disbanding orang kaya yang tidak memiliki sifat qona’ah.
c.       Orang fakir yang secara lahiriah sedikit melakukan amalan ibadah akan memperoleh pahala yang besar daripada orang kaya yang secara lahiriah banyak melakukan amal ibadah dan banyak bersedekah , karena orang fakir itu memiliki sifat qona’ah aretinya telah ridha untuk berpaling dari kediniawian.

Qana’ah dalam kehidupan
Qana’ah seharusnya merupakan sifat dasar setiap muslim, karena sifat tersebut dapat menjadi pengendali agar tidak surut dalam keputusasaan dan tidak terlalu maju dalam keserakahan. Qana’ah berfungsi sebagai stabilisator dan dinamisator hidup seorang muslim. Dikatakan stabilisator, karena seorang muslim yang mempunyai sifat Qana’ah akan selalu berlapang dada, berhati tentram, merasa kaya dan berkecukupan, bebas dari keserakahan, karena pada hakekatnya kekayaan dan kemiskinan terletak pada hati bukan pada harta yang dimilikinya. Bila kita perhatikan banyak orang yang lahirnya nampak berkecukupan bahkan mewah, namun hatinya penuh diliputi keserakahan dan kesengsaraan, sebaliknya banyak orang yang sepintas lalu seperti kekurangan namun hidupnya tenang, penuh kegembiraan, bahkan masih sanggup mengeluarkan sebagian hartanya untuk kepentingan sosial.

3.      Sabar
Menurut bahasa menaggung kesulitan, menurut istilah berarti melaksanakan tiga perkara yang pertama menggung kesulitan ibadah memenuhi kewajiban dengan penuh ketaatan, yang kedua menenggung kesulitan taubat yang benar menjauhi perbuatan maksiat zahir, dhohir batin sebatas kemampuan, yang ketiga menggungan kesulitan hati ketika tertimpa musibah di dunia kosong dari keluhan yang tidak benar.
Dari definisi dapat dipahami bahwa sabar merupakan kemampuan diri dalam menghadapi berbagai macam kesulitan yang antara lain :
a.       Kemampuan untuk menghadapi kesulitan dalam melaksakan ibadah dan menunaikan kewajiban-kewajiban syariat dengan sungguh-sungguh.
b.      Kemampuan untuk menjauhi perbuatan –perbuatan maksiat yang disertai dengan taubat baik secara lahir maupun batin
c.       Kemempuan untuk menghadapi kesulitan ketika tertimpa musibah tanpa berkeluh kesah.
Orang mukmin yang sabar dalam menghadapi berbagai macam kesulitan sebagauman tersebutb diatas akan memperoleh pahala yang tak terhingga dari sisi Allah SWT. Hal ini sesuai dengan janji Allah dalam surah Az zumar 10 :

Artinya : sesungguhnya yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.

4.      Tawakal
Tawakal bukan berarti hanya pasrah kepda Allah karena melakuakn ikhtiar dan meninggalkan usaha mencari riski sekedarnya, melainkan sebatas kemampuan tidak harus berusaha memerangi hawa nafsu lainnya yang mengajak kepada kerakusan terhadap dunia karena hal ini (rakus terhadap dunia) menjadi pasukan hawa nafsu sendiri juga menjadi fitnah yang sangat buruk  dan tidak hilang tawakal seseorang dan berusaha mencari obat untuk menyembuhkan sakitnya juga wajib menolak maksiat mencari riski untuk menolong.
Intinya tawakal berarti bukan hanya pasrah menunggu ketentuan Allah tanpa melakukan ikhtiar serta meninggalkan usaha mencari riski secara total. Tetapi tawakal adalah berserah diri kepada Allah yang disertai dengan ikhtiar dan usaha mencari riski seperlunya untuk keperluan ibadah kepada Allah serta memerangi hawa nafsu yang mengajak kepada kesesatan dan ketamakan terhadap keduniawian, karena harta tersebut merupakan fitnah yang sangat buruk dan dapat membawa kesengsaraan manusia. Oleh karena itu, seseorang yang tertimpoa musibah sakit, maka ia tidak berdiam diri hanya menunggu ketentuan Allah melainkan harus berusaha mencari obat terlebih dulu, baru kemudian sepenuhnya diserahkan kepada keputusanAllah.
5.      Al-Mujahadah
Mujahadah menurut bahasa berarti bersungguh-sungguhterhadap suatu perbuatan yang dituju. Sedankan menurut istilah berarti bersungguh-sungguh dalam melaksanakan perintah-perintah Allah  dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Hal ini senada dengan ungkapan Al-Syarqowi, bahwa pangkal setiap kemaksiatan, syahwat dan kelengahan adalah menuruti hawa nafsu. Sedangkan pankal setiap ketaatan, kesadaran dan kehati-hatian adalah tidak menurut hawa nafsu. mujahadah  tidak terbatas hanya memerangi musuh batiniyah (hawa nafsu), akan tetapi juga mencakup bersungguh-sungguh dalam memerangi musuh lahiriyah, yakni orang kafir yang nyata-nyata hendak menhancurkan islam

6.      Al-Ridha
Definisi Ar-Ridha menurut K.H. Ahmad Rifa’I adalah sebaai berikut: Ridha menurut bahasa adalah menerima kenyataan denan suka hati , adapun menurut istilah adalah menerima segala pemberian Allah dengan menerima hukum Allah, yakni syari’at wajib dilak sanakan denan ikhlas dan taat serta menjauhi kejahatan maksiat dan menerima terhadap berbagai macam cobaan yang datang dari Allah dan yang ditentukan-Nya.

Dari unkapan diatas dapat dipahami bahwa ridha berarti menerima dengan tulus seala pemberian Allah, hokum-Nya (syari’at Islam), berbagai macam cobaan yang ditakdirkan-Nya, serta melaksanakan semua perintah dan meningalkan semua larangan-Nya dengan penuh ketaatan dan keikhlasan, baik secara lahir maupun batin.

Seorang mukmin harus ridha terhadap segala sesuatu yang ditakdirkan Allah kepada hambanya karena segala sesuatu tersebut merupakan pilihan yang paling utama yang diberikan Allah pada hambanya. Sehinga tanda-tanda orang mukmin yang sah imannya diantaranya orang mukmin yang ridha dalam menerima segala hukum Allah, perintah, larangan, dan janji-Nya. Hal ini sejalan dengan Hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh al-Thabrani dan Ibnu Hihban dari Annas;
“Barang siapa tidak ridha terhadap ketentuan-ketentuan-Ku, tidak mensyukuri nikmat-nikmat-Ku, dan tiak sabar terhadap cobaan-cobaan-Ku, maka keluarlah dari bawah langit-Ku, dan carilah Tuhan selain Aku”.





7.      Al-Syukr

K.H. Ahmad Rifa’i: secara bahasa adalah senan hatinya, sedang menurut istilah adalah mengetahui nikmat-nikmat yang diberikan oleh Allah yakni nikmat iman dan taat yang maha luhur memuji Allah, Tuhan yang sebenarnya yang memberikan sandang dan pangan kemudian nikmat yang diberikan oleh Allah itu digunakan untuk berbakti kepada-Nya sekurang-kurangnya memenuhi kewajiban dan meninggalkan maksiat secara lahir dan batin sebatas kemampuan.

Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa inti syukr adalah mengetahui dan menghayati kenikmatan yang diberikan oleh Allah Yang Maha Luhur. Oleh karena itu manusia wajib menghayati dan mensyukuri nikmat Allah,maka akan ditambah nikmat-nikmat yang diberikan Allah kepadanya, sebagaimana Allah berfirman dalam surat Ibrahim ayat 7 yang artinya:


“Dan ingatlah tatkala Tuhanmu memberitahukan: sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu menginkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya siksa-Ku sangat pedih.”

Untuk mensyukuri nikmat Allah ada tiga cara:
a.       Mengucapkan pujian kepada Allah dengan ucapan Alhamdulillah.
b.      Segala kenikmatan yang diberikan oleh Allah kepada hambanya harus dipergunakan untuk berbakti (beribadah) kepada Allah.
c.       Menunaikan perintah-perintah syara’ minimal ibadah wajib dan meninggalkan maksiat dengan ikhlas lahir dan batin.




8.      Al-Ikhlas

Menurut K.H. Ahmad Rifa’I: Ikhlas menurut bahasa adalah bersih, sedangkan menurut istilah adalah membersihkan hati agar ia menuju kepada Allah semata dalam melaksanakan ibadah, hati tidak boleh menuju selain Allah.

Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa ikhlas menunjukkan kesucian hati untuk menuju pada Allah semata. Dalam beribadah hati tidak boleh menuju kepada selain Allah, karena Allah tidak akan menerima ibadah seorang hamba kecuali dengan niat ikhlas karena Allah semata dan perbuatan ibadah itu harus sah dan benar menurut syara’.

Ikhlas dalam beribadah ada dua macam, apabila salah satunya atau kedua-duanya tidak dikerjakan, maka amal ibadah tersebut tidak diterima oleh Allah. Rukun ikhlas dalam beribadah ada dua macam. Pertama perbuatan hati harus dipusatkan menuju pada Allah semata denan penuh ketaatan. Kedua, perbuatan lahiriyah harus benar sesuai denan pedoman fiqh. Sebagaimana dalam surat Al-Bayyinat ayat 5:


Artinya:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyambah Allah dengan ikhlas dalam (menjalankan) agama dengan lurus.”
Lebih lanjut K.H. Ahmad Rifa’I menggolonkan sifat ikhlas menjadi 3 golongan:
a)      Ikhlas ‘awwam, yakni seseorang yang melakukan ibadah kepada Allah karena didorong oleh rasa takut menghadapi siksaan-Nya yang amat pedih, dan didorong pula oleh adanya harapan untuk mendapatkan pahala dari-Nya.
b)      Ikhlas khawwash, yakni seseorang yang melakukan ibadah kepada Allah karena didorong oleh adanya harapan ingin dekat dengan Allah dan kerana didorong oleh adanya harapan untuk mendapatkan sesuatu dan kedekatannya kepada Allah.
c)      Ikhlas khawwash al-khawwash, yakni seseorang yang melakukan ibadah kepada Allah yang semata-mata didorong oleh kesadaran yang mendalam untuk meng-Esa-kan Allah dan meyakini bahwa Allah adalah Tuhan yang sebenarnya, serta batin menekalkan puji syukur kepada Allah.


9.      Tawadhu

Tawadhu adalah ketundukan kepada kebenaran dan menerima dari siapapun datangnya baik ketika dalam keadaan suka maupun dalam keadaan marah. Artinya, janganlah kamu memendang dirimu berada diatas semua orang. Atau engkau menganggap semua orang menbutuhkan dirimu.
Lawan dari sifat tawadhu’ adalah takabbur (sombong), sifat yang sangat dibenci Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah mendefinisikan sombong dengan sabdanya:
“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan menganggap remeh orang lain.” (Shahih, HR. Muslim no. 91 dari hadits Abdullah bin Mas’ud z)
10.  Taat
Beribadah secara Lillahitaalla (ikhlas) selalu taat, merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri dan sangat disukai oleh Allah dan Rasul-Nya. Taat secara bahasa adalah senantiasa tunduk dan patuh, baik terhadap Allah, Rasul maupun ulil amri. Hal ini sudah tertuang didalam Qs An Nisa ayat 59.

“ Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al Quran) dan Rasul ( Sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya “.




BAB III
KESIMPULAN

Az zuhad
secara umum dapat diartikan bahwa zuhad merupakan suatu sikap melepaskan diri diri dari ketergantungan terhadap duniawi dengan mengutamakan kehidupan akherat

Qona’ah
menurut K.H. Ahmad Rifa’I, qonaah adalah hatinya tenang memilih ridha Allah mengambil keduniawian sekedar hajat yang diperkirakan dapat menolong untuk taat memenuhi kewajiban (syariat) menjauhkan maksiat
Sabar
sabar merupakan kemampuan diri dalam menghadapi berbagai macam kesulitan
Tawakal
Tawakal berarti bukan hanya pasrah menunggu ketentuan Allah tanpa melakukan ikhtiar serta meninggalkan usaha mencari riski secara total.
Mujahadah
Mujahadah menurut bahasa berarti bersungguh-sungguhterhadap suatu perbuatan yang dituju
Ar-Ridha
Definisi Ar-Ridha menurut K.H. Ahmad Rifa’I adalah sebaai berikut: Ridha menurut bahasa adalah menerima kenyataan denan suka hati , adapun menurut istilah adalah menerima segala pemberian Allah dengan menerima hukum Allah



Al-Ikhlas
K.H. Ahmad Rifa’i: secara bahasa adalah senan hatinya, sedang menurut istilah adalah mengetahui nikmat-nikmat yang diberikan oleh Alla
Tawadhu
Tawadhu adalah ketundukan kepada kebenaran dan menerima dari siapapun datangnya baik ketika dalam keadaan suka maupun dalam keadaan marah
Taat
Beribadah secara Lillahitaalla (ikhlas) selalu taat, merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri dan sangat disukai oleh Allah dan Rasul-Nya













DAFTAR PUSTAKA
Khoiri Alwan, Tulus Mustofa, & Moh. Damami. 2005. Akhlak / Tasawuf. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga.
http://www.crayonpedia.org/mw/Perilaku_terpuji_%28tawadlu,_taat,_qana%E2%80%99ah,_dan_sabar%29_7.1




Tidak ada komentar:

Posting Komentar