Rabu, 12 Juni 2013

Pengertian Usul Fiqih

Pengertian Ushul Fiqih

Ushul fiqih (أصول الفقه) tersusun dari dua kata, yaitu ushul (أصول) dan fiqih (الفقه).
Pengertian ushul (أصول) secara bahasa:
Ushul (أصول) merupakan jamak (bentuk plural/majemuk) dari kata ashl (أصل) yang berarti dasar, pondasi atau akar. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.” (QS. Ibrahim [14]: 24)
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah di kitab beliau, asy-Syakhshiyah al-Islamiyah Juz 3, menyatakan bahwa arti ashl (أصل) secara bahasa adalah perkara yang menjadi dasar bagi yang lain, baik pada sesuatu yang bersifat indrawi seperti membangun dinding di atas pondasi, atau bersifat ‘aqli, seperti membangun ma’lul diatas ‘illah dan madlul diatas dalil.
Pengertian fiqih (الفقه) secara bahasa:
Fiqih (الفقه) secara bahasa berarti pemahaman (الفهم). Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّن لِّسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي
Artinya: “dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka memahami perkataanku (QS. Thaha [20]: 27-28)
Pengertian fiqih (الفقه) secara istilah:
Fiqih (الفقه) menurut istilah mutasyarri’in (ahli syari’ah) adalah ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat aplikatif yang digali dari dalil-dalil yang terperinci (العلم بالأحكام الشرعية العملية المستنبطة من الأدلة التفصيلية). Ruang lingkup fiqih terbatas pada hukum-hukum yang bersifat aplikatif dan furu’iy (cabang) dan tidak membahas perkara-perkara i’tiqad (keyakinan).
Syaikh Muhammad ibn Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah memberikan definisi yang sedikit berbeda tentang fiqih (الفقه), yaitu: mengenal hukum-hukum syar’i yang aplikatif melalui dalil-dalilnya yang terperinci (معرفة الأحكام الشرعية العملية بأدلتها التفصيلية). Beliau menggunakan kata ma’rifah dan bukan ‘ilm untuk mencakup makna ‘ilm dan zhann sekaligus karena hukum-hukum fiqih kadang bersifat yaqiniy (pasti, menghasilkan ‘ilm) dan kadang zhanniy (dugaan, menghasilkan zhann).
Untuk kajian kita, kita memakai istilah yang pertama.
Pengertian ushul fiqih (أصول الفقه):
Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah: kaidah-kaidah yang dengannya bisa dicapai istinbath (penggalian hukum) terhadap hukum-hukum syar’i dari dalil-dalil yang terperinci.
Menurut Syaikh ‘Atha Abu ar-Rasytah hafizhahullah: kaidah-kaidah yang diatasnya dibangun ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat aplikatif yang digali dari dalil-dalilnya yang terperinci.
Menurut Syaikh Muhammad ibn Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah: ilmu yang membahas tentang dalil-dalil fiqih yang bersifat ijmaliy (global/umum), tatacara mengambil faidah (hasil pemahaman) darinya dan keadaan mustafid (orang yang mengambil faidah). Yang dimaksud dengan mustafid pada definisi ini adalah mujtahid.
Menurut Dr. Wahbah az-Zuhaili hafizhahullah: kaidah-kaidah yang dengannya seorang mujtahid bisa mencapai istinbath (penggalian hukum) terhadap hukum-hukum syar’i dari dalil-dalilnya yang terperinci.
Menurut Syaikh ‘Abdul Wahhab Khallaf rahimahullah: ilmu tentang kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasan yang dengannya bisa dicapai pengambilan faidah terhadap hukum-hukum syar’i yang bersifat aplikatif dari dalil-dalilnya yang terperinci.
Semua definisi diatas bisa digunakan untuk mendefinisikan ushul fiqih.
Ruang Lingkup Ushul Fiqih
Ruang lingkup pembahasan ushul fiqih terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Hukum syar’i dan hal-hal yang berkaitan dengannya
  1. Pembahasan tentang al-Hakim
  2. Khithab at-Taklif
  3. Khithab al-Wadh’i
  4. Qa’idah Kulliyyah
2. Dalil dan hal-hal yang berkaitan dengannya
  1. Dalil-dalil syar’i
  2. Sesuatu yang diduga sebagai dalil, padahal bukan dalil
  3. Pembahasan tentang bahasa Arab
  4. Pembahasan tentang al-Qur’an dan as-Sunnah
3. Ijtihad dan hal-hal yang berkaitan dengannya
  1. Pembahasan tentang ijtihad
  2. Pembahasan tentang taqlid
  3. Pembahasan tentang tarjih
Bahan Bacaan:
1. asy-Syakhshiyah al-Islamiyah Juz 3, karya Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Penerbit Daar al-Ummah, Beirut-Libanon (ebook)
2. Taysir al-Wushul ila al-Wushul, karya Syaikh ‘Atha Abu ar-Rasytah, Penerbit Daar al-Ummah, Beirut-Libanon (ebook)
3. al-Ushul Min ‘Ilm al-Ushul, karya Syaikh Muhammad ibn Shalih al-‘Utsaimin, Penerbit Daar al-Iman, Iskandariyah (ebook)
4. ‘Ilm Ushul al-Fiqh, karya Syaikh ‘Abdul Wahhab Khallaf, Penerbit Maktabah ad-Da’wah al-Islamiyah, Syabab al-Azhar (ebook)
5. al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh, karya Dr. Wahbah az-Zuhaili, Penerbit Daar al-Fikr, Damaskus-Suriah (ebook)
6. Studi tentang Ushul Fiqih (terjemahan), karya Iyad Hilal, Penerbit Pustaka Thariqul Izzah, Bogor (buku cetak)
7. Ushul Fiqih (Metode Mengkaji dan Memahami Hukum Islam Secara Komprehensif), karya Firdaus, Penerbit Zikrul Hakim, Jakarta (buku cetak)
8. Ushul Fiqih 1 (Untuk Fakultas Syariah, Komponen MKDK), karya Drs. Chaerul Uman, dkk, Penerbit Pustaka Setia, Bandung (buku cetak)
*****







Obyek Kajian Ushul Fiqh

 menurut Muhammad az-Zuhaili (ahli fiqh dan ushul fiqh dari Syria), obuyek kajian ushul fiqh adalah:

1. Sumber Hukum Islam atau dalil-dalil yang digunakan dalam menggali Hukum Syara’, baik yang disepakati (seperti kehujjahan al-Qur’an dan Sunnah), maupun yang diperselisihkan (seperti kehujjahan istihsan dan maslahah mursalah).

2. Mencarikan jalan keluar dari dalil-dalil yang secara zhahir dianggap bertentangan, baik melalui al-jam’u wat-taufiq (pengkompromian dalil), tarjih (menguatkan salah satu dari dalil-dalil yang bertentangan), naskh, atau tasaqut ad-dalilain (pengguguran kedua dalil yang bertentangan).

3. Pembahasan ijtihad, syarat-syarat, dan sifat-sifat orang yang melakukannya (mujtahid), baik yang menyangkut syarat-syarat umum, maupun syarat-syarat khusus keilmuan yang harus dimiliki mujtahid.

4. Pembahasan tentang hukum syara’, yang meliputi syarat-syarat dan macam-macamnya, baik yang bersifat tuntutan untuk berbuat, tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan, memilih antara berbuat atau tidak, maupun yang berkaitan dengan sebab, syarat, mani, sah, batal/fasad, azimah, dan rukhsah.[3] Dalam pembahasan hukum ini juga dibahas tentang pembuat hukum (hakim), orang yang dibebani hukum (mahkum alaih), ketetapan hukum dan syarat-syaratnya serta perbuatan-perbuatan yang dikenai hukum.

5. Pembahasan tentang kaidah-kaidah yang digunakan dan cara menggunakannya dalam mengistinbatkan hukum dari dalil-dalil, baik melalui kaidah bahasa maupun melalui pemahaman terhadap tujuan yang akan dicapai oleh suatu nash (Ayat atau Hadis).

C. Tujuan dan Kegunaan Ilmu Ushul Fiqh

Tujuan utama Ushul fiqh adalah mengetahui dalil-dalil syara’ yang menyangkut persoalan aqidah, ibadah, muamalah, uqubah, dan akhlaq. Pengetahuan tersebut pada gilirannya dapat diamalkan, sesuai kehendak Syari’ (Allah dan Rasul-Nya). Oleh sebab itu ulama ushul fiqh (UF) menyatakan bahwa UF bukan merupakan ‘tujuan’, melainkan sebagai ‘sarana’ untuk mengetahui hukum-hukum Allah pada setiap kasus sehingga dapat dipedomani dan diamalkan sebaik-baiknya, karena yang menjadi tujuan sebenarnya adalah mempedomani dan mengamalkan hukum-hukum Allah yang diperoleh melalui kaidah-kaidah UF tersebut. Secara sistematis, kegunaan UF antara lain untuk:

1. Mengetahui kaidah dan cara yang digunakan mujtahid dalam memperoleh hukum melalui metode ijtihad yang mereka susun.

2. Memberikan gambaran mengenai syarat- syarat yang harus dimiliki mujtahid, sehingga dengan tepat ia dapat menggali hukum-hukum syara dari nash. Disamping itu, bagi masyarakat awam, melalui UF mereka dapat mengerti bagaimana para mujtahid menetapkan hukum sehingga dengan mantap mereka dapat mempedomani dan mengamalkannya.[4]

3. Menentukan hukum melalui berbagai metode yang dikembangkan para mujtahid, sehingga berbagai persoalan baru yang secara lahir belum ada dalam nash; dan belum ada ketetapan hukumnya di kalangan ulama terdahulu dapat ditentukan hukumnya.

4. Memelihara agama dari penyalahgunaan dalil yang mungkin terjadi. Dalam UF, sekalipun suatu hukum diperoleh melalui hasil ijtihad, statusnya tetap diakui Syara’. Melalui UF, dapat diketahui mana sumber Hukum Islam yang asli yang harus dipedomani dan mana yang merupakan sumber Hukum Islam yang bersifat sekunder yang berfungsi untuk mengembangkan syari’at sesuai dengan kebutuhan masyarakat Islam.

5. Menyusun kaidah-kaidah umum yang dapat diterapkan guna menetapkan hukum dari berbagai persoalan sosial yang terus berkembang.

6. Mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang digunakan dalam berijtihad, sehingga dapat dilakukan tarjih salah satunya dengan mengemukakan alasannya.

[3] Secara terminologi, hukum adalah
خطاب الله المعلق بأفعال المكلفين إقتضاء او تخييرا او وضعا"tuntutan Allah yang berkaitan dengan perbuatan orang mukallaf, baik berupa tuntutan, pilihan, atau menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat, penghalang, sah, batal, rukhsah, atau azimah.
[4] Mengetahui UF merupakan syarat mutlak bagi seorang mujtahid, karena ia merupakan alat atau keahlian khusus untuk istinbat hukum (mengeluarkan hukum-hukum baru terhadap permasalahan yang muncul dalam masyarakat dengan melakukan ijtihat berdasarkan dalil-dalil yang ada dalam al-Qur'an a dan as-Sunnah).Untuk melakukan istinbat perlu dasar dan sistem yang akurat, dan UF inilah ilmu sistem Hukum islam dalam menetapkan hukum itu.Bagi oran awam, UF berguna untuk menghindari taqlid (mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui alasanya).Hal ini jika UF dipergunakan sebagai mestinya; yaitu mengambil hukum soal-soal cabang dari soal-soal yang pokok (pekerjaan mujtahid), atau dengan mengembalikan soal-soal cabang kepada soal-soal pokok (pekerjaan muttabi').Setidaknya setiap orang memcapai derajat muttabi', yaitu mengikuti para ahli dengan memahami dan mendalami dasar dan alasannya.Lihat uraian lengkapnya dalam Zarkasji Abdul Salam dan Omat Fathurohman, Pengantar Ilmu Fiqh-Ushul Fiqh, cet. 1 (Yogyakarta; CV. Bina Usaha, 1986), p.84.
Disusun oleh: Imroatul Azizah, M.Ag




Tidak ada komentar:

Posting Komentar