Pengertian Ushul Fiqih
Ushul fiqih (أصول الفقه)
tersusun dari dua kata, yaitu ushul (أصول)
dan fiqih (الفقه).
Pengertian
ushul (أصول)
secara bahasa:
Ushul (أصول)
merupakan jamak (bentuk plural/majemuk) dari kata ashl (أصل)
yang berarti dasar, pondasi atau akar. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً
كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي
السَّمَاءِ
Artinya: “Tidakkah
kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.”
(QS. Ibrahim [14]: 24)
Syaikh
Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah di kitab beliau, asy-Syakhshiyah
al-Islamiyah Juz 3, menyatakan bahwa arti ashl (أصل)
secara bahasa adalah perkara yang menjadi dasar bagi yang lain, baik pada
sesuatu yang bersifat indrawi seperti membangun dinding di atas pondasi, atau
bersifat ‘aqli, seperti membangun ma’lul diatas ‘illah dan
madlul diatas dalil.
Pengertian
fiqih (الفقه)
secara bahasa:
Fiqih (الفقه)
secara bahasa berarti pemahaman (الفهم).
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّن لِّسَانِي يَفْقَهُوا
قَوْلِي
Artinya: “dan
lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka memahami perkataanku (QS.
Thaha [20]: 27-28)
Pengertian
fiqih (الفقه)
secara istilah:
Fiqih (الفقه)
menurut istilah mutasyarri’in (ahli syari’ah) adalah ilmu tentang
hukum-hukum syar’i yang bersifat aplikatif yang digali dari dalil-dalil yang
terperinci (العلم بالأحكام الشرعية العملية المستنبطة من
الأدلة التفصيلية). Ruang lingkup fiqih
terbatas pada hukum-hukum yang bersifat aplikatif dan furu’iy (cabang)
dan tidak membahas perkara-perkara i’tiqad (keyakinan).
Syaikh Muhammad
ibn Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah memberikan definisi yang sedikit berbeda tentang
fiqih (الفقه),
yaitu: mengenal hukum-hukum syar’i yang aplikatif melalui dalil-dalilnya yang
terperinci (معرفة الأحكام الشرعية العملية بأدلتها التفصيلية).
Beliau menggunakan kata ma’rifah dan bukan ‘ilm untuk mencakup
makna ‘ilm dan zhann sekaligus karena hukum-hukum fiqih kadang
bersifat yaqiniy (pasti, menghasilkan ‘ilm) dan kadang zhanniy
(dugaan, menghasilkan zhann).
Untuk kajian
kita, kita memakai istilah yang pertama.
Pengertian
ushul fiqih (أصول الفقه):
Menurut Syaikh
Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah: kaidah-kaidah yang dengannya bisa dicapai istinbath
(penggalian hukum) terhadap hukum-hukum syar’i dari dalil-dalil yang
terperinci.
Menurut Syaikh
‘Atha Abu ar-Rasytah hafizhahullah: kaidah-kaidah yang diatasnya dibangun ilmu
tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat aplikatif yang digali dari
dalil-dalilnya yang terperinci.
Menurut Syaikh
Muhammad ibn Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah: ilmu yang membahas tentang
dalil-dalil fiqih yang bersifat ijmaliy (global/umum), tatacara mengambil faidah
(hasil pemahaman) darinya dan keadaan mustafid (orang yang mengambil
faidah). Yang dimaksud dengan mustafid pada definisi ini adalah mujtahid.
Menurut Dr.
Wahbah az-Zuhaili hafizhahullah: kaidah-kaidah yang dengannya seorang mujtahid
bisa mencapai istinbath (penggalian hukum) terhadap hukum-hukum syar’i
dari dalil-dalilnya yang terperinci.
Menurut Syaikh
‘Abdul Wahhab Khallaf rahimahullah: ilmu tentang kaidah-kaidah dan
pembahasan-pembahasan yang dengannya bisa dicapai pengambilan faidah
terhadap hukum-hukum syar’i yang bersifat aplikatif dari dalil-dalilnya yang
terperinci.
Semua definisi
diatas bisa digunakan untuk mendefinisikan ushul fiqih.
Ruang
Lingkup Ushul Fiqih
Ruang lingkup
pembahasan ushul fiqih terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Hukum
syar’i dan hal-hal yang berkaitan dengannya
- Pembahasan tentang al-Hakim
- Khithab at-Taklif
- Khithab al-Wadh’i
- Qa’idah Kulliyyah
2. Dalil dan
hal-hal yang berkaitan dengannya
- Dalil-dalil syar’i
- Sesuatu yang diduga sebagai dalil, padahal bukan dalil
- Pembahasan tentang bahasa Arab
- Pembahasan tentang al-Qur’an dan as-Sunnah
3. Ijtihad
dan hal-hal yang berkaitan dengannya
- Pembahasan tentang ijtihad
- Pembahasan tentang taqlid
- Pembahasan tentang tarjih
Bahan
Bacaan:
1. asy-Syakhshiyah
al-Islamiyah Juz 3, karya Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Penerbit Daar
al-Ummah, Beirut-Libanon (ebook)
2. Taysir
al-Wushul ila al-Wushul, karya Syaikh ‘Atha Abu ar-Rasytah, Penerbit Daar
al-Ummah, Beirut-Libanon (ebook)
3. al-Ushul
Min ‘Ilm al-Ushul, karya Syaikh Muhammad ibn Shalih al-‘Utsaimin, Penerbit
Daar al-Iman, Iskandariyah (ebook)
4. ‘Ilm
Ushul al-Fiqh, karya Syaikh ‘Abdul Wahhab Khallaf, Penerbit Maktabah
ad-Da’wah al-Islamiyah, Syabab al-Azhar (ebook)
5. al-Wajiz
fi Ushul al-Fiqh, karya Dr. Wahbah az-Zuhaili, Penerbit Daar al-Fikr, Damaskus-Suriah
(ebook)
6. Studi
tentang Ushul Fiqih (terjemahan), karya Iyad Hilal, Penerbit Pustaka
Thariqul Izzah, Bogor (buku cetak)
7. Ushul
Fiqih (Metode Mengkaji dan Memahami Hukum Islam Secara Komprehensif), karya
Firdaus, Penerbit Zikrul Hakim, Jakarta (buku cetak)
8. Ushul
Fiqih 1 (Untuk Fakultas Syariah, Komponen MKDK), karya Drs. Chaerul Uman,
dkk, Penerbit Pustaka Setia, Bandung (buku cetak)
*****
Obyek Kajian Ushul Fiqh
menurut Muhammad az-Zuhaili
(ahli fiqh dan ushul fiqh dari Syria), obuyek kajian ushul fiqh adalah:
1. Sumber Hukum Islam atau dalil-dalil yang digunakan dalam menggali Hukum Syara’, baik yang disepakati (seperti kehujjahan al-Qur’an dan Sunnah), maupun yang diperselisihkan (seperti kehujjahan istihsan dan maslahah mursalah).
2. Mencarikan jalan keluar dari dalil-dalil yang secara zhahir dianggap bertentangan, baik melalui al-jam’u wat-taufiq (pengkompromian dalil), tarjih (menguatkan salah satu dari dalil-dalil yang bertentangan), naskh, atau tasaqut ad-dalilain (pengguguran kedua dalil yang bertentangan).
3. Pembahasan ijtihad, syarat-syarat, dan sifat-sifat orang yang melakukannya (mujtahid), baik yang menyangkut syarat-syarat umum, maupun syarat-syarat khusus keilmuan yang harus dimiliki mujtahid.
4. Pembahasan tentang hukum syara’, yang meliputi syarat-syarat dan macam-macamnya, baik yang bersifat tuntutan untuk berbuat, tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan, memilih antara berbuat atau tidak, maupun yang berkaitan dengan sebab, syarat, mani, sah, batal/fasad, azimah, dan rukhsah.[3] Dalam pembahasan hukum ini juga dibahas tentang pembuat hukum (hakim), orang yang dibebani hukum (mahkum alaih), ketetapan hukum dan syarat-syaratnya serta perbuatan-perbuatan yang dikenai hukum.
5. Pembahasan tentang kaidah-kaidah yang digunakan dan cara menggunakannya dalam mengistinbatkan hukum dari dalil-dalil, baik melalui kaidah bahasa maupun melalui pemahaman terhadap tujuan yang akan dicapai oleh suatu nash (Ayat atau Hadis).
C. Tujuan dan Kegunaan Ilmu Ushul Fiqh
Tujuan utama Ushul fiqh adalah mengetahui dalil-dalil syara’ yang menyangkut persoalan aqidah, ibadah, muamalah, uqubah, dan akhlaq. Pengetahuan tersebut pada gilirannya dapat diamalkan, sesuai kehendak Syari’ (Allah dan Rasul-Nya). Oleh sebab itu ulama ushul fiqh (UF) menyatakan bahwa UF bukan merupakan ‘tujuan’, melainkan sebagai ‘sarana’ untuk mengetahui hukum-hukum Allah pada setiap kasus sehingga dapat dipedomani dan diamalkan sebaik-baiknya, karena yang menjadi tujuan sebenarnya adalah mempedomani dan mengamalkan hukum-hukum Allah yang diperoleh melalui kaidah-kaidah UF tersebut. Secara sistematis, kegunaan UF antara lain untuk:
1. Mengetahui kaidah dan cara yang digunakan mujtahid dalam memperoleh hukum melalui metode ijtihad yang mereka susun.
2. Memberikan gambaran mengenai syarat- syarat yang harus dimiliki mujtahid, sehingga dengan tepat ia dapat menggali hukum-hukum syara dari nash. Disamping itu, bagi masyarakat awam, melalui UF mereka dapat mengerti bagaimana para mujtahid menetapkan hukum sehingga dengan mantap mereka dapat mempedomani dan mengamalkannya.[4]
3. Menentukan hukum melalui berbagai metode yang dikembangkan para mujtahid, sehingga berbagai persoalan baru yang secara lahir belum ada dalam nash; dan belum ada ketetapan hukumnya di kalangan ulama terdahulu dapat ditentukan hukumnya.
4. Memelihara agama dari penyalahgunaan dalil yang mungkin terjadi. Dalam UF, sekalipun suatu hukum diperoleh melalui hasil ijtihad, statusnya tetap diakui Syara’. Melalui UF, dapat diketahui mana sumber Hukum Islam yang asli yang harus dipedomani dan mana yang merupakan sumber Hukum Islam yang bersifat sekunder yang berfungsi untuk mengembangkan syari’at sesuai dengan kebutuhan masyarakat Islam.
5. Menyusun kaidah-kaidah umum yang dapat diterapkan guna menetapkan hukum dari berbagai persoalan sosial yang terus berkembang.
6. Mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang digunakan dalam berijtihad, sehingga dapat dilakukan tarjih salah satunya dengan mengemukakan alasannya.
[3] Secara terminologi, hukum adalah خطاب الله المعلق بأفعال المكلفين إقتضاء او تخييرا او وضعا "tuntutan Allah yang berkaitan dengan perbuatan orang mukallaf, baik berupa tuntutan, pilihan, atau menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat, penghalang, sah, batal, rukhsah, atau azimah.
[4] Mengetahui UF merupakan syarat mutlak bagi seorang mujtahid, karena ia merupakan alat atau keahlian khusus untuk istinbat hukum (mengeluarkan hukum-hukum baru terhadap permasalahan yang muncul dalam masyarakat dengan melakukan ijtihat berdasarkan dalil-dalil yang ada dalam al-Qur'an a dan as-Sunnah).Untuk melakukan istinbat perlu dasar dan sistem yang akurat, dan UF inilah ilmu sistem Hukum islam dalam menetapkan hukum itu.Bagi oran awam, UF berguna untuk menghindari taqlid (mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui alasanya).Hal ini jika UF dipergunakan sebagai mestinya; yaitu mengambil hukum soal-soal cabang dari soal-soal yang pokok (pekerjaan mujtahid), atau dengan mengembalikan soal-soal cabang kepada soal-soal pokok (pekerjaan muttabi').Setidaknya setiap orang memcapai derajat muttabi', yaitu mengikuti para ahli dengan memahami dan mendalami dasar dan alasannya.Lihat uraian lengkapnya dalam Zarkasji Abdul Salam dan Omat Fathurohman, Pengantar Ilmu Fiqh-Ushul Fiqh, cet. 1 (Yogyakarta; CV. Bina Usaha, 1986), p.84.
Disusun oleh: Imroatul Azizah, M.Ag
Tidak ada komentar:
Posting Komentar