FUNGSI DAN BAIK BURUK
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah AkhakTasawuf
Dosen pengampu : Drs.Nur Hidayat,M.Ag
MAKALAH
OLEH:
1.
MELLY ANGGRAENI (12480048)
2.
LATIFAH (12480066)
3.
IHDIYANI HUSNA (12480072)
4.
NUR HAMDIYATI (12480076)
5.
SAMSUL HUSEN (12480083)
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang dialami oleh manusia sekarang ini, tidak
sedikit dampak negatifnya terhadap sikap hidup dan perilakunya , baik ia
sebagai manusia yang beragama, maupun sebagai makhluk individual dan sosial.
Dampak negatif yang paling berbahaya
terhadap kehidupan manusia atas kemajuan yang dialaminya,ditandai dengan adanya
kecenderungan menganggap bahwa satu-satunya yang dapat membahagiakan hidupnya
adalah nilai material.Sehingga manusia terlampau mengejar materi, tanpa
menghiraukan nilai-nilai spiritual, yang sebenarnya berfungsi untuk memelihara
dan mengendalikan akhlak manusia.
Manusia pasti kehilangan kendali dan
salah arah bila nilai-nilai spiritual ditinggalkan, sehingga mudah terjerumus
ke berbagai penyelewengan dan kerusakan akhlak. Misalnya melakukan perampasan
hak-hak orang lain, penyelewengan seksual dan pembunuhan.
Nilai-nilai spiritual yang
dimaksudkan dalam islam adalah ajaran agama yang berwujud perintah, larangan
dan anjuran , yang kesemuanya berfungsi untuk membina kepribadian manusia dalam
kaitannya sebagai hamba Allah serta anggota masyarakat.
Mengejar nilai-nilai materi saja,
tidak bisa dijadikan sarana untuk mencapai kebahagian yang hakiki.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari
latar belakang di atas, penulis merumuskan beberapa pokok masalah sebagai
berikut :
a. Apa pengertian akhlak tasawuf ?
b. Apa fungsi akhlak tasawuf secara umum dan
khusus ?
c. Apakah pengertian baik dan buruk ?
d. Apakah ukuran baik buruk
dalam ilmu akhlak?
e. Apa sajakah aliran baik dan buruk?
3. Tujuan
a. Mengetahui pengertian akhlak tasawuf
b. Mengetahui fungsi akhlak tasawuf secara umum dan khusus
c. Mengetahui pengertian akhlak baik dan buruk
d. Mengetahui ukuran baik dan buruk
e. Mengetahui aliran baik dan buruk
BAB II
PEMBAHASAN
Fungsi Akhlak Tasawuf
Adapun fungsi umum akhlak tasawuf,
yaitu :
Terbagi
menjadi 2 aspek,yaitu : Menyangkut kesejahteraan akhlak tasawuf sejak lahir dan
paradikmananya masih tersisa sampai sekarang.Memotret realitas fungsi akhlak tasawuf
yang ditangkap oleh manusia modern dewasa ini.
Aspek pertama,
menyangkut kesejahteraan akhlak tasawuf sejak lahir dan paradikmananya masih
tersisa sampai sekarang terbagi menjadi 2,yaitu :
Mengembalikan
akhlak Rasulullah SAW menjadi acuan kehidupan sehari-hari umat Islam dengan
tujuan agar umat Islam tidak jatuh dalam lumpur kenikmatan dan kemewahan
duniawi dan meninggalkan sifat religiusitas dan kesederhanaan mereka.
Fungsi
pertama ini mencuat karena setap kali para elit pemerintahan dan perekonomian
itu di ingatkan lewat imbuan keakhlakan Rasulullah SAW kebanyakan di dengar
sambil lalu.
Menyeimbangkan kehidupan
duniawi dengan kehidupan spiritual
Dengan
fungsi ini , mulai populer sebutan fiqh sufistik . Terjadi pada masa Al-Ghazali
yang mengintruduksi nuansa sufistik ke dalam fiqh agar pelaksanaan fiqh tidak
sekedar formalisme ( yang kehilangan ruh).Spiritualitas dalam fungsi ini
diharapkan memberi warna untuk meningkatkan katas religiusitasnya.Dunia
pemerintahan juga diintervensi oleh Al-Ghazali dengan akhlak tasawuf. Yaitu
dengan cara melayangkan surat-surat kepada para elitik dipemerintahan. Pada
wilayah gross-root(akar rumput) menyeruak ke kehidupan tarekat (dengan segala
plus minusnya) agar kehidupan berdasarkan akhlak tasawuf bisa menjadi imbangan
bagi kehidupan elitik pemerintahan dan perekonomian.
Untuk
aspek di atas terdapat dampak yang
kurang menguntungkan yakni ketika lembaga tarekat masuk ke wilayah
gross-root(akar rumput) secara luas ditengah-tengah masyarakat. Dampaknya yaitu
timbulnya proses-proses elitisasi dalm tarekat. Mulai menancap kuat
atratifikasi sosial antara lapisan”Mursyid”dengan “murid”. Hubungan kedua
lapisan itu sangat vertika (patemalistik,kebapakan). Oleh karena itu ada dua
lapisan sosila yang nampak : pemerintahan – rakyat dan Mursyid-murid. Kalangan
awam terjepit oleh lapisan di atasnya (pemerintah,Mursyid). Kondisi ini tidak
boleh terjadi terutama untuk lembaga tarekat.Namun kenyataannya masih
berlangsung dalam detik ini seperti : kewalian,keberkahan,kualat,karamah,weruh
sadurunge winarah,dll.
Jika
hal tersebut terus-menerus masih terjadi, maka akan menjadi batu hambatran
terkonstruksinya tasawuf secara elegan(anggun) dalam menghadapi perbaikan
sosial di jaman global seperti saat ini.
Aspek yang kedua,
Memotret realitas fungsi akhlak tasawuf yang ditangkap oleh manusia modern
dewasa ini terbagi menjadi tiga yaitu :
Peneduh
jiwa karena hilangnya kebermaknaan hidup dalam zaman kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi
Dalam
masyarakat yang sudah maju, mereka menjadi
kurang
tertantang. Akibatnya kebosanan menjadi-jadi.Orang mengatakan hilangnya
kebermaknaan hidup ini pasti mengiringi bagi sebuah proses kemajuan yang secara
terus menerus akan diusahakan dan diraih oleh umat manusia.
Pengeram
psikologis dari kehidupan yang diwarnai penuh persaingan/kompetisi
Akhlak
Tasawuf merupakan medium untuk mengendor ketegangan psikisnya untuk orang yang
mengalami stress akibat dari keinginan bersaing yang tinggi namun merasa kurang
kuat dalam bersaing
Penguat
kesadaran kebersamaan hidup
Akhlak
tasawuf mengajarkan perlunya kesadaran kebersamaan dalam hidup bahwa di alam
dunia yang fana ini tidak ada orang yang dapat hidup sendiri melainkan adanya
saling kebersamaan satu sama lain. Jika hal itu diterapkan maka kecemasan dan
ketakutan akan menurun tajam,ketika menghadapi orang lain maka tidak lagi
dianggap sebagai musuh namun dianggap sebagai teman. [1]
Adapun
fungsi khusus akhlak tasawuf, yaitu :
1.Membersihkan
hati dalam berhubungan dengan Allah
Hubungan
manusia dengan Allah dalam bentuk ibadah tidak akan mencapai sasarannya jika
tidak dengan kebersihan hati dan selalu ingat dengan sang pencipta.
2.Membersihkan
jiwa dari pengaruh materi
Mereka
tidak tahu/lupa akan kebutuhan jiwanya,karena mereka hanya memuaskan kebutuhan
lahiriyahnya saja yang dipengaruhi nafsu.Oleh karena itu diperlukan untuk
membersihkan jiwanya dengan pelajaran agama yaitu pada akhlak tasawuf.
3.Menerangi
jiwa dari kegelapan
Penyakit-penyakit
seperti resah, cemas, patah hati termasuk didalamnya sifat-sifat buruk manusia
seperti hasad,takabur dan sebagainya hanya dapat disembuhkan dengan
ajaran-ajaran agama yaitu pada akhlak tasawuf.
4.Memperteguh
dan menyuburkan keyakinan beragama
Kekuatan
umat Islam dimasa Rasulullah SAW bukan karena kekuatan fisik dan senjata ,
tetapi pada kekuatan mental dan spiritualnya. Sebaliknya kemunduran umat Islam
bukan karena musuh semata , tetapi karena hidup materialis yang tidak lagi
memperhatikan kebutuhan jiwa.
5.Mempertinggi
akhlak manusia
Dengan
memiliki hati yang suci dan bersih dan disirami dengan ajaran RasulNya maka
akan semakin tinggi akhlak manusia.
Adapun
fungsi secara teknis akhlak tasawuf,yaitu :
·
untuk
meningkatkan kemajuan rohani
·
untuk
menuntun kearah kebaikan
·
unuk
menopang kesempurnaan iman
·
untuk
mempertajam tanggungjawab eskatologis
·
untuk
mempertajam tanggungjawab sesama dalam kehidupan
·
untuk
menjaga martabat kemanusiaan seseorang.[2]
BAIK
DAN BURUK
A. Pengertian Baik Buruk dalam
Berbagai Pandangan
Dalam perilaku kehidupan manusia
selalu terdapat dua sisi yang berlawanan, yaitu perilaku baik dan perilaku
buruk. Seseorang dikatakan melakukan perbuatan baik, apabila tindakan yang
dilakukan sesuai dengan tata nilai yang dianut oleh kelompok masyarakat dimana
ia berada. Demikian sebaliknya, seseorang dikatakan melakukan perbuatan buruk
apabila tindakannya tidak sesuai dengan nilai dan pandangan masyarakat yang
bersangkutan. Pandangan tentang nilai yang terdapat dalam masyarakat beraneka
ragam dan tata nilai tersebut menjadi norma atau patokan berperilaku bagi
setiap individu atau kelompok. Patokan perilaku bagi setiap individu dalam
masyarakat adalah berupa norma kesopanan, norma hukum, norma susila, dan norma
agama.
Dalam kehidupan masyarakat yang
sangat memegang teguh tata nilai agama, selalu mengukur perbuatan baik atau
buruk dari aspek nilai agama yang dianutnya. Bagi masyarakat yang beragama
Islam mungkin akan selalu mengukur suatu perbuatan berdasarkan nilai-nilai
agama Islam. Namun dalam suatu komunitas sosial tidak semua individu dalam
masyarakat memiliki akidah yang sama.
Di dalam masyarakat selalu terdapat
budaya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari manusia. Perspektif budaya
melahirkan nilai yang berdasarkan tradisi, dan kebiasaan tradisi terbangun
berdasarkan pola-pola hubungan antara individu. Sehingga patokan terhadap
perbuatan baik dan buruk bercampur antara norma sosial dan norma agama.
Allah SWT menciptakan manusia
sebagai khalifah di muka bumi untuk mengatur dan memakmurkan apa yang ada di
bumi, itulah kelebihan manusia bila dibandingkan dengan makhluk yang lainnya,
yaitu Ia diciptakan dengan sebaik-baik bentuk bila dibandingkan dengan makhluk
yang lainnya, adapun kelebihan manusia adalah Ia di berikan akal fikiran yang
dipergunakan untuk membedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang
buruk, sekaligus dengan akal, manusia dapat menaklukkan apa yang ada di bumi .
Kalau ditinjau dari segi ajaran
agama, banyak sekali ayat-ayat Al-qur’an maupun hadits yang menerangkan tentang
manfaat akal manusia akan tetapi pendapat akal sangatlah terbatas ketimbang
dengan wahyu, bukankah Allah SWT. memberikan manusia ilmu melainkan sedikit,
walaupun demikian Allah SWT menantang manusia lewat wahyu bagaimana supaya
manusia memanfaatkan akalnya agar ia mampu untuk berinteraksi baik di langit
maupun di bumi. Namun yang dikehendaki oleh Islam adalah penggunaan akal yang
berbasis wahyu atau yang berdimensi Al-Qur’an dan sunnah Rasul berupa ijtihad .
Tapi sungguh berbeda dengan apa yang telah disampaikan oleh ajaran agama,
dimana manusia justru sebaliknya, yaitu ada sebagian faham yang sangat
mendewakan pendapat akalnya bila dibandingkan wahyu, telah terbukti dengan
munculnya berbagai aliran-aliran teologi Islam dengan berbagai macam pendapat,
seperti Mu’tazilah, Qadariyah, Jabariyah, Ahlussunnah wal jama’ah dan lain-lain
.
Tindakan mengenai perbuatan baik dan
buruk dalam pandangan para penganut aliran teologi Islam, masing-masing
berbeda. Di antara penganut aliran kalam memiliki persepsi yang berbeda
terhadap perbuatan baik dan perbuatan buruk. Perbedaan tersebut terletak pada
sebab, cara pelaksanaan dan pencegahan. Di dalam teologi Islam terdapat
beberapa aliran yang mengkaji masalah perbuatan baik dan perbuatan buruk,
yaitu:
(a) aliran Mu’tazilah
(b) aliran qadariyah
(c) aliran jabariyah
(d) aliran Ays’ariyah (ahli sunnah
wal jama’ah)
Pada prinsipnya bahasan yang
dipertentangkan dalam ilmu kalam adalah berkisar pada persoalan akidah Islam
yang termaktub dalam Al-Qur’an yang kemudian dianalisa lebih lanjut dengan
menggunakan logika untuk mendapatkan kebenaran dan keyakinan yang lebih kokoh .
Kebaikan dan keburukan dalam penilaian akal (husn wa qubh ‘aqli) merupakan salah
Kebaikan dan keburukan dalam penilaian akal (husn wa qubh ‘aqli) merupakan salah
pembahasan klasik dan rumit dalam
teologi Islam dan menjadi diskusi yang berkepanjangan para ilmuan. Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka masalah dalam tulisan ini dapat dirumuskan
sebagai berikut: “bagaimana pandangan teologi Islam terhadap perbuatan baik dan
buruk yang dilakukan oleh manusia?”. Tulisan ini hanya mengetengahkan pandangan
4 aliran dalam teologi Islam, yaitu : aliran Mu’tazilah; aliran; Qadariyah;
aliran Jabariyah dan aliran Ays’ariyah (ahli sunnah wal jama’ah).
B. Perbuatan Baik dan Buruk dalam Pandangan Ilmu Kalam
B. Perbuatan Baik dan Buruk dalam Pandangan Ilmu Kalam
1. Pengertian perbuatan baik dan buruk
Dalam Islam perbuatan baik dan buruk
itu sering di sebutkan dengan’amar ma’ruf nahi munkar’(Perbuatan yang baik dan
dan perbuatan yang buruk) yang dilakukan manusia dalam selurah kehidupannya,
manusia itu dikatakan berbuat baik apabila dia dapat melaksanakan ajaran agama
secara’’ kaffah’’(keseluruhan) manusia di katakan berbuat yang tidak baik
apabila ia melakukan perbuatan yang menyimpang dari ketentuan yang telah di
perintahkan oleh Allah SWT.
Pada dasarnya tugas dan tanggung
jawab manusia adalah untuk mengabdi kepadanya, dalam peroses pengabdiannya
manusia harus mengetahui atau memiliki dasar yang hakiki untuk di jadikan
landasan yang utama dalam hidupnya agar dalam menjalani kehidupan dunia ini
lebih bermakna, adapun yang landasan yang dimaksudkan adalah sumber-sumber
ajaran Islam yang mengatur semua aspek kehidupan manusia, yaitu hal-hal yang
berhubungan dengan Allah SWT., sesama manusia, sesama alam atau lingkungannya.
Mengabdikan diri dalam Islam erat
kaitannya dengan pendidikan akhlak, kemudian konsep mengabdikan diri dalam
Al-Qur’an dikaitkan dengan taqwa dan taqwa itu sendiri berarti melaksanakan
perintah Allah dan menjauhi larangannya, perintah Allah itu berkaitan dengan
perbuatan-perbuatan yang baik sedangkan yang berkaitan larangan adalah dengan
perbuatan-perbuatan yang tidak baik .
Adapun lapaz al-hasanah dan
as-sayyiah dalam Al-Qur’an memiliki berberapa makna, seperti yang di jelaskan
dalam QS. 3:120, QS.9:50, QS.7:164 dan QS.42:48. Dengan demikian dalam ayat
tersebut secara pasti mengandung makna bahwa al hasanah dan as sayyiah berarti
segala kenikimatan dan musibah demikian pula yang dikatakan oleh para Mufassir,
oleh sebab itu As-Sadiy menyatakan bahwa al Hasanah adalah kemakmuran sedangkan
as Sayyiah adalah kemudhadaratan yang terjadi pada harta mereka .
Dengan demikain akan menjadi jelas
bahwa kebaikan dan keburukan dalam ajaran Islam merupakan dua bahasa yang
berbeda akan tetapi memiliki keterkaitan antara keduanya, yaitu kalau tidak
berbuat baik maka berbuat buruk, maka manusia tinggal memilih pada posisi mana
ia harus berbuat karena kebaikan dan keburukan itu sudah jelas di atur dalam
ajaran agama
Sebenarnya makna kebaikan dan
keburukan itu sudah sangat jelas bagi setiap orang dan tidak perlu diberikan
definisi, yang penting di sini adalah penggolongan pengaplikasian kedua makna
itu sehingga menjadi jelas hubungan pembahasan kebaikan dan keburukan
perspektif akal dengan bagian yang mana dari penggunaan makna-makna tersebut.
Dengan menelusuri item-item penggunaan dua kata tersebut, maka kita dapat
mengidentifikasi empat penggunaan asli dari makna keduanya:
Pertama, Terkadang kebaikan dan keburukan bermakna kesempurnaan
(kamâl) dan kekurangan (naqsh) yang berhubungan dengan jiwa manusia. Dalam
pengaplikasian ini, termasuk seluruh perbuatan manusia, apakah perbuatan itu
berdasarkan ikhtiar manusia ataukah di luar ikhtiar manusia seperti sifat dasar
manusia. Sebagai contoh dikatakan, ”Pengetahuan itu ialah suatu kebaikan” atau
‘’Belajar ilmu pengetahuan merupakan sebuah perbuatan baik,’’ dan juga
dikatakan, “Kebodohan itu adalah suatu keburukan” atau “Meninggalkan pencarian
ilmu merupakan suatu perbuatan buruk”; pengetahuan dan mencari ilmu pengetahuan
merupakan sifat kesempurnaan bagi jiwa manusia, sementera kebodohan dan
meninggalkan pencarian ilmu merupakan kekurangan baginya. Berdasarkan hal
tersebut, maka sifat-sifat seperti berani dan dermawan merupakan bagian dari
sifat-sifat baik, sementara sifat penakut dan kikir termasuk dari sifat-sifat
jelek. Yakni, yang menjadi tolok ukur adalah kesempurnaan dan ketidak
sempurnaan pada jiwa manusia.
Kedua,Terkadang aplikasi makna kebaikan dan keburukan berdasarkan
kemaslahatan dan ke-mafsadah-an (tak berfaedah) sebuah perbuatan atau sesuatu,
dan terkadang maslahat dan mafsadah berhubungan dengan unsur individu atau
berhubungan dengan unsur masyarakat..Sebagai contoh, setiap peserta yang menang
dalam pertandingan adalah maslahat baginya (bagi peserta yang menang itu), akan
tetapi kontradiksi dengan kemaslahatan para peserta lain yang kalah dalam
pertandingan. Sebaliknya, menyebarkan keadilan dalam masyarakat merupakan suatu
perkara yang dapat dipandang sebagai maslahat bagi seluruh masyarakat.
Ketiga, Aplikasi dari makna baik dan buruk adalah pada tinjauan
kesesuaian dan ketidaksesuaian dengan perbuatan ikhtiar manusia. Aplikasi ini,
perbuatan yang menurut akal manusia layak untuk dilakukan dan pelakunya
mendapatkan pujian, maka perbuatan tersebut adalah perbuatan yang baik.
Sebaliknya, perbuatan yang semestinya ditinggalkan dan pelaku perbuatan
tersebut menjadi tercela, maka perbuatan tersebut dikategorikan sebagai
perbuatan yang buruk.
Berdasarkan pandangan ini, “Keadilan
itu adalah sebuah kebaikan” dan ‘’Kezaliman itu ialah sebuah keburukan”, yaitu
akal memandang keadilan itu adalah layak dan baik serta pelakunya (orang adil)
berhak mendapatkan pujian dan sanjungan, sementara kezaliman itu merupakan
perbuatan yang tidak layak dan orang yang melakukannya seharusnya mendapatkan
celaan. Perlu diketahui bahwa akal yang dimaksud di sini adalah akal praktis,
yang obyeknya adalah perbuatan ikhtiar manusia dari segi kelayakan (keharusan)
untuk dilaksanakan atau kelayakan (keharusan) untuk ditinggalkan etika kita
mencoba memikirkan pengaplikasian ketiga makna tersebut maka akan sangat jelas
perbedaannya. perbuatan-perbuatan pelaku selain manusia dan bahkan perbuatan-perbuatan
Tuhan.[3]
C. PENETUAN BAIK DAN BURUK
Sejalan dengan pemikiran manusia, berkembang
pula patokan yang digunakan orang dalam menentukan baik da buruk. Keadaan ini
menurut poedjawijatna rapat dengan pandangan filsafat tentang manusia (antropologia
metafisika) dan ini tergantung pula dari metafisika pada umumnya. Poedjawijatna
lebi lanjut menyebutkan sejumlah pandangan filsafat yang digunakan dalam
menilai baik dan buruk, yaitu hedonisme, utilitarianisme, fitalisme,
sosialisme, religiosisme dan humanisme. Sementara itu Asmaran As, menyebutkanya
sebayak empat aliran fisafat yaitu adat kebiasaan, hedonisme, intuisi dan
evolusi. Pembagian yang dikemukakan Asmaran As ini tampak sejalan dengan
pendapat ahmad amin yang membagi aliran menjadi empat, yaitu adat istiadat,
hedonism, utilitarianisme, evolusi.
Beberapa kutipan tersebut diatas tampak saling melengkapi dan dapat disimpulkan
bahwa diantara aliran-aliran filsafat yang mempengaruhi dalam penentuan baik
dan buruk ini adalah aliran adat istiadat(sosialisme), hedonism, intuisisme
(humanism), utilitarianisme, vitalisme,religiousisme, dan evolusisme. Dengan
merujuk kepada berbagai kutipan tersebut diatas beberapa aliran filsafat yang
mempengaruhi pemikiran akhlaq tersebut dapat dikemukakan secara ringkas sebagai
berikut.
1.
Baik Buruk
Menurut Aliran Adat Istiadat ( sosialisme)
Menurut aliran ini baik dan buruk ditentukan berdasarkan adat istiadat yang
berlaku dan ditentukan berdasarkan adat istiadat yang berlaku dan dipegang teguh
oleh masyarakat. Orang yang mengikuti dan berpegang teguh pada adat dipandang
baik dan orang yang menentang dan tidak mengikuti adat istiadat dipandang
buruk, dan kalau perlu dihukum secara adat.
Adat istiadat selanjutnya disebut pula sebagai pendapat umum, Ahmad Amin
mengatakan bahwa tiap-tiap bangsa mempunyai adat istiadat yang tertentu dan
menganggap baik bila mengikutinya,mendidik anak-anaknya sesuai dengan adat
iastiadat itu, dan menanamkan perasaan kepada mereka, bahwa adat istiadat itu
akan membawa kepada kesucian,sehingga apabila seseorang menyalahi adat istiadat
itu sangat dicela dan dianggap keluar dari golongan bangsanya.
2.
Baik dan Buruk
Menurut Aliran Hedonisme
Aliran hedonisme adalah aliran filsafat yang terhitung tuah, karena berlatar
pada pemikiran filsfat Yunani, khususnya pemikiran filsafat Epicurus (341-270
SM), yang selanjutnya dikembangkanoleh cyrenics sebagaimana telah diuraikan
diatas, dan belakangan ditumbuh kembangkan freud.
Menurut paham ini banyak yang disebut perbuatan yang banyak mendatangkan
kelezatan, kenikmatan, dan kepuasan nafsu biologis. Aliran ini tidak mengatakan
bahwa semua perbuatan mengandung kelezatan, melainkan adapula yang mendatangkan
kesedihan, dan apabila ia disuruh memilih manakah perbuatan yang harus
dilakukan,maka yang dilakukan adalah yang mendatangkan kelezatan. Epicurus
sebagai peletak dasar paham ini mengatakan bahwa kebahagiaan atau keezatan itu
adalah tujuan manusia.tidak ada kebaikan dalm hidup selain kelezatan dan tidak
ada keburukan kecuali penderitaan. Dan akhlaq itu tak lain dan tak bukan adalah
berbuat untuk menghasilkan kelezatan dan kebahagiaan serta keutamaan. Keutamaan
itu tidak mempunyai nilai tersendiri,tetapi nilainya terletak pada kelezatan
yang menyertainya.
3.
Baik dan Buruk
Menurut Paham Intuisisme (humanisme)
Intuisi adalah merupakan kekuatan batin yang dapat menentukan sesuatu sebagai
baik atau buruk dengan sekilas tanpa melihat buah atau akibatnya. Kekuatan
batin itu disebut juga kata hati adalah merupakan potensi rohaniah yang secara
fitrah yang ada pada diri setiap orang. Paha mini berpendapat bahwa pada setiap
manusia mempunyai kekuatan instinct batin yang dapat membedakan baik dan buruk
dengan sekilas pandang. Kekuatan batin ini terkadang
berbeda refleksinya, karena pengaruh masa dan lingkungan,
akan tetapi dasarnya ia tetap sama dan berakar pada tubuh manusia. Apabila ia
melihat sesuatu perbuatan ia mendapat semacam ilham yang dapat membertahu nilai
perbuatan itu, lalu menetapkan hukum baik dan buruknya. oleh karena itu,
kebanyakan manusia sepakat mengenai keutamaan seperti benar, dermawan, berani,
dan mereka juga sepakat menilai buruk terhadap perbuatan yang salah, kikir dan
pengecut.
Kekuatan batin ini adalah kekuatan yang telah ada dalam jiwa manusia, tidak
terambil dari keadaan luarnya. Kita diberinya kemampuan untuk membedakan antara
baik dan benar, sebagai mana kita diberikan mata untuk melihat dan diberi
telinga untuk mendengar.
4.
Baik dan Buruk
Menurut Paham Utilitarianisme
secara harfia utilis berarti berguna. Menurut paham ini bahwa yang baik adalah
yang berguna. Jika ukuran ini berlaku bagi perorangan, disebut individual, dan
jika berlaku bagi masyarakat dan Negara disebut social.
Paham penentuan baik buruk berdasarkan nilai guna ini mendapatkan
perhatian di masa sekarang. Dalam abad sekarang ini kemajuan dibidang teknik
cukup meningkat, dan kegunaanlah yang menentukan segala-galanya. Namun demikian
paham ini terkadang cenderung ekstrim dan melihat kegunaan hanya dari sudut
pandang materialistik. Orang tua yang sudah jompo misalnya semakin kurang
dihargai, karena secara material tidak ada lagi kegunaanya. Padahal kedua orang
tua tetap berguna untuk dimintakan nasihat dan doanya serta kerelaanya. Selain
itu paham ini juga dapat menggunakan apa saja yang dianggap ada gunanya.untuk
memperjuangkan kepentingan politik misalnya tidak segan-segan menggunakan
fitnah, khianat, bohonh, tipu muslihat, kekerasan, paksaan dan lain sebagainya,
sepanjang semua yang disebutkan itu ada gunanya.
Namun demikian kegunaan dalam arti bermanfaat yang tidak hanya berhubungan
dengan materi melainkan juga dengan yang bersifat rohani bias diterima. Dan
kegunaan bias juga diterima jika yang digunakan itu hal-hal yang tidak
menimbulkan kerugian bagi orang lain. Nabi misalnya menilai bahwa orang yang
baik adalah orang yang member manfaat pada yang lainnya, ( HR. Bukhari ).[4]
5.
Baik Buruk
Menurut Paham Vitalisme
menurut paham ini baik ialah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup manusia.
Kekuatan dan kekuasaan yang menaklukkan orang lain yang lemah dianggap sebagai
yang baik. Paham ini lebih lanjut cenderung pada sikap binatang, dan berlaku
hokum siapa yang kuat dan menang itulah yang baik.
Paham vitalisme ini pernah dipraktekkan para penguasa di zaman feodalisme
terhadap kaum yamh lemah dan bodoh.dengan kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki
ia mengembangkan pola hidup feodalisme, kolonialisme, dictator dan tiranik.
Kekuatan dan kekuasaan menjadi lambang dan status social untuk dihormati.
Ucapan, perbuatan dan ketetapan yang dikeluarkannya menjadi pegangan hidup
masyarakat. Hal ini bias berlaku, mengingat orang-orang yang lemah dan bodoh
selalu mengharapkan pertolongan dan bantuannya.
Dalam masyarakat yang sudah maju, di mana ilmu pengetahuan dan keterampilan
sudah mulai banyak dimiliki oleh masyarakat, paham vitalisme tidak akan
mendapat tempat lagi, dan digeser dengan pandangan yang bersifat demokratis.
6.
Baik Buruk
Menurut Paham Religiosisme
Menurut paham ini yang dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai dengan
kehendak Tuhan, sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai
dengan kehendak Tuhan. Dalam pahan ini keyakinan teologis, yakni keimanan
kepada tuhan sangat memegang peranan penting, karena tidak mungkin orang mau
berbuat sesuai dengan kehendak Tuhan, jika yang bersangkut tidak beriman
kepada-Nya. Menurut Poedjawijatna aliran ini dianggap yang paling baik dalam
praktek. Namun terdapat pula keberatan terhadap aliran ini, yaitu karena
ketidak umuman dari ukuran baik dan buruk yang digunakannya.
Diketahuia bahwa di dunia ini terdapat bermacam-macam agama, dan masing-masing
agama menentukan baik buruk menurut ukurannya masing-masing. Agama Hindu,
Yahudi, Kristen dan islam, misalnya, masing-masing memiliki pandangan dan tolak
ukur tentang baik
dan buruk yang satu dan lainnya berbeda-beda.
Poedjawijatna mengatakan bahwa pedoman itu tidak sama, malahan di sana- sini
tampak bertentangan : misalnya tentang poligami, talak dan rujuk, aturan makan
dan minum, hubungan suami dan istri dan sebagainya.
Di atas telah kami ajukan berbagai aliran dalam Etika dan itu belumlah
semuanya. Kami majukan beberapa saja, untuk menyatakan dengan jelas, bahwa soal
baik dan buruknya dalam tingkah laku manusia itu telah lama mrnjadi bahan
renungan para ahli pikir dan bahwa penyelesaiannya berhubungan erat dengan
pandangan tentang manusia. Betapa tidak, sebab yang menjadi obyek penelaahan
itu tidak lain dari pada tindakan manisia.
Kami masih memajukan aliran yang berikut ini serta akan kami ajukan alasannya,
sebab menurut hemat kami aliran ini memenuhi syarat yang kami tuntut di atas :
umum dan obyektif.
7.
Baik Buruk
Menurut Paham Evolusi ( Evolution )
mereka yang mengikuti paham ini mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di ala
mini mengalami evolusi, yaitu berkembang dari apa adanya menuju kepada
kesempurnaanya. Pendapat seperti ini bukan hanya berlaku pada benda-benda yang
tampak, seperti binatang, manusia, dan tumbuh-tumbuhan, tetapi juga berlaku
pada benda yang tak dapat dilihat atau diraba oleh indera, seperti akhlak dan
moral.
Herbert Spencer ( 1820-1903 ) salah seorang ahli filsafat Inggris yang
berpendapat evolusi ini mengatakan bahwa perbuatan akhlak itu tumbuh secara
sederhana, kemudian berangsur meningkat sedikit demi sedikit berjalan ke arah
cita-cita yabg dianggap sebagai tujuan. Perbuatan itu baik bila dekat dengan
cita-cita itu dan buruk bila jauh dari padanya. Sedang tujuan
manusia dalam hidup ini ialah mencapai cita-cita atau
paling tidak mendekatinya sedikit mungkin.
Cita-cita manusia dalam hidup ini – menurut paham ini – adalah untuk mencapai
kesenangan dan kebahagiaan. Kebahagiaan di sini berkembang menurut keadaan yang
mengelilinginya. Dapat dilihat bahwa perbuatan manusia terkadang sesuai dengan
keadaan yang mengelilinginya, maka hidupnya akan senang dan bahagia. Oleh
karena itu menjadi keharusan untuk mengubah dirinya menurut keadaan yang ada di
sekelilingnya, sehingga dengan demikian sampailah ia kepada kesempurnaan atau
kebahagiaan yang menjadi tujuannya.
Tampaknya bahwa Spencer menjadikan ukuran perbuatan manusia itu ialah mengubah
diri sesuai dengan keadaan yang mengelilinginya. Suatu perbuatan dikatakan baik
bila menghasilkan lezat dan bahagia dan ini bisa terjadi bila cocok dengan
keadaan di sekitarnya.
Dalam sejarah paham evolusi, Darwin ( 1809-1882 ) adalah seorang ahli
pengetahuan yang paling banyak mengemukakan teorinya. Dia memberikan penjelasan tentang
paham ini
dalam
bukunya The Origin of Species. Dikatakan bahwa perkembangan alam ini
didasari oleh ketentuan-ketentuan berikut :
1) Ketentuan alam ( selection of
nature )
2) Perjuangan hidup ( struggle for
life )
3) Kekal bagi yang lebih pantas (
survival for the fit test )
Yang dimaksud dengan ketentuan alam adalah bahwa ala mini
menyaring segala yang maujud (ada) mana yang pantas dan bertahan akan terus
hidup, dan mana yang tidak pantas dan lemah tidak akan bertahan hidup.
Berdasarkan cirri-ciri hokum alam yang terus berkembang ini dipergunakan untuk
menentukan baik dan buruk. Namun ikut sertanya berubah dan berkembangnya
ketentuan baik buruk sesuai dengan perkembangan ala mini akan berakibat
menyesatkan, karena ada yang dikembangkan itu boleh jadi tidak sesuai dengan
morma yang berlaku secara umum dan telah diakui kebenarannya.[5]
D.Sifat Baik dan Buruk
Sifat dan corak baik buruk yang didasarkan pada pandangan filsafat sebagaimana
disebutkan di atas adalah sesuai dengan sifat dari filsafat itu sendiri, yakni
berubah, relatif nisbi dan tidak universal. Dengan demikian sifat baik atau
buruk yang dihasilkan berdasarkan pemikiran filsafat tersebut menjadi relative
dan nisbi pula, yakni dan buruk yang dapat terus
berubah. Sifat baik buruk yang dikemukakan berdasarkan
pandangan tersebut sifanya subyektif, lokal dan temporal. Dan oleh karenanya
nilai baik dan buruknya itu sifatnya relative.
Untuk itu perlu ada suatu ketentuan baik dan buruk yang didasarkan pada
nilai-nilai yang universal. Uraian tersebut di atas sebagian ada yang
menunjukkan ke universalan, yaitu penentuan baik dan buruk yang didasarkan pada
pandangan intuisisme sebagaimana telah diuraikan di atas. Namun demikian
bagaimanapun intuisi itu tetap saja tidak semutlak wahyu yang datang dari
Allah/
Sifat dari baik dan buruk yang demikian itu tetap berguna sesuai dengan
zamannya, dan ini dapat dimanfaatkan untuk menjabarkan ketentuan baik dan buruk
yang terdapat dalam ajaran akhlak yang bersumber dari ajaran islam sebagaimana
akan diuraikan di bawah ini.
E. Baik dan Buruk Menurut Ajaran Islam
Ajaran islam adalah ajaran yang bersumberkan wahyu Allah SWT. Al-Qur’an yang
dalam penjabarannya dilakukan oleh hadis Nabi Muhammad SAW. Masalah akhlak
dalam ajaran Islam sangat mendapatkan perhatian yang begitu besar sebagaimana
telah diuraikan pada bagian terdahulu.
Menurut ajaran Islam penentuan baik dan buruk harus didasarkan pada petunjuk
al-Qur’an dan al-hadis. Jika kita perhatikan al-Qur’an maupun hadis dapat
dijumpai berbagai istilah
yang mengacu kepada baik, dan ada pula istilah yang
mengacu kepada yang buruk. Di antara istilah yang mengacu kepada yang baik
misalnya al-hasanah, thayyibah, khaira ,karimah, mahmudah, azizah dan
al-birr.
Al-hasanah sebagaimana dikemukakan oleh Al-Raghib ai-Asfahani adalah
istilah yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang disukai atau dipandang
baik. Al-hasanah selanjutnya dapat dibagi menjadi tiga bagian. Pertama
hasanahdari segi akal,kedua dari segi hawa nafsu / keinginan dan hasanah dari
segi pacaindera. Lawan dari al-hasanah adalah al-sayyiah. Yang
termasuk al-hasanah misalnya keuntungan, kelapangan rezeki dan kemenangan.
Sedangkan yang termasuk ai-sayyiah misalnya kesempitan, kelaparan dan
keterbelakangan. Pemakaian kata al-hasanah yang demikian itu misalnya kita
jumpai pada ayat yang bartinya :Ajaklah manusia menuju Tuhanmu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik (QS.al-Nahl,16:125)
Barang siapa yang mendatangkan kebaikan, maka baginya
kebaikan. (QS. Al-Qashash, 28:84)
Adapun kata al-thayyibah khusus digunakan untuk mengambarkan sesuatu
yang memberikan kelezatan kepada pancaindera dan jiwa, seperti makanan,
pakaian, tempat tinggal dan sebagainya. Lawannya adalah al-qabihah
artinya buruk. Hal ini misalnya terdapat pada ayat yang artinya: Kami
turunkan kepadamu “manna” dan “salwa”. Makanlah dari makanan yang baik-baik
yang kami berikan kepadamu. (QS.al-Baqarah, 2:57)
Selanjutnya kata al-khair digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang baik
oleh seluruh umat manusia, seperti berakal, adil, keutamaan dan segala sesuatu
yang bermanfaat. Lawannya adalah al-syarr. Hal ini misalnya terdapat
pada ayat yang artinya : Barang siapa yang melakukan sesuatu kebaikan dengan
kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi
Mengetahui. (QS.al-Baqarah, 2:158)
Adapun kata al-mahmudah digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang utama
sebagai akibat dari melakukan sesuatu yang disukai Allah SWT. Dengan demikian
kata al-mahmudah lebih menunjukkan pada kebaikan yang bersifat batin dan
spiritual. Hal ini misalnya dinyatakan dalam ayat yang artinya: Dan dari
sebagian malam hendaknya engkau bertahajjud mudah-mudahan Allah akan mengangkat
derajtmu pada tempat yang terpuji. (QS. Al-Isra’ 17:79)
Selanjutnya kata al-karimah digunakan untuk menunjukkan pada perbuatan dan
akhlak yang terpuji yang ditampakkan dalam kenyataan hidup sehari-hari.
Selanjutnya kata al-karimah ini biasanya digunakan untuk menunjukkan
perbuatan terpuji yang sekalanya besar, seperti menafkahkan harta di jalan
Allah, berbuat baik pada kedua orang tua dan lain sebagainya. Allah SWT
berfirman dalam Al-Qu’an yang artinya: Dan janganlah kamu mengucapkan kata
“uf-cis” kepada kedua orang tua, dan janganlah membentaknya, dan ucapkanlah
pada keduanya ucapan yang mulia. (QS. Al-Isra’ 17:23)
[3] Raji,Abdullah
Sufyan.2007.Mengenal Alikran-Aliran Dalam Islam Dan Cirri-Ciri Ajarannya.Bandung:Pustaka
Riyadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar